Sumber Tribun-Bali.com |
Rangkaian Hari Raya Nyepi setelah melasti adalah Tawur
Kesanga.
Tawur ini dilaksanakan sehari sebelum Nyepi atau lebih
tepatnya saat Tilem Sasih Kasanga dan sebelum melaksanakan pengerupukan,
dilaksanakan Tawur terlebih dahulu.
Pengerupukan ini menjadi terkenal karena adanya
tradisi ogoh – ogoh, namun itu bagian dari pengerupukan sebenarnya yang
dilaksanakan setelah melakukan upacara Bhuta Yadnya atau yang dilalkukan di
catus pata atau perempatan.
Artinya : ketika tepat paruh gelap atau bulan mati atau
tilem, laksanakanlah upacara Bhuta Yadnya itu yang bertempat di perempatan
desa.
Itulah yang menyebabkan saat Tawur Kesanga jika masuk
ke desa – desa kita akan banyak melihat ada upacara – upacara caru di
perempatan desa. Karena perempatan itu kita memuja ruang dan waktu dan dianggap
sebagai titik sentral.
Lebih lanjut dalam teks Sundarigama dikatakan :
Nisatania panca sata madia panca sanak, utamania catur
agung, yama raja pinuja dening sang maha pandita siwa budha
Artinya : tingkatan upcara melakukan Bhuta Yadnya
Tawur Kesanga, dalam tingkatan nista
atau kecil yaitu Panca Sata menggunakan lima jenis ayam, media menggunakan caru
panca sanak , utama catur agung, dipuja oleh maha pandita yaitu Siwa Buda.
Sakuwu – kuwu kunang, (di pekarangan) caru seghan
manca warna sia tanding.
Kalau caru sudah pasti berkaitan erat dengan
harmonisasi dengan alam semesta.
Iwaknia sato brumbun, rinancana, saha tetabuhan tuak
arak, genah ing caru ring dengen sambat bhuta raja kala raja.
Persembahan itu dipersembahkan kepada bhuta raja dan
kala raja. Bhuta itu ruang dan kala itu waktu. Hal ini penting karena ada
upacara melakukan harmonisasi dengan
alam semesta baik itu ruang dan waktu. Manusia hidup ada ruang ada waktu. Sehingga
setelah upacara melis di laut kita lakukan di darat atau catus pata.
Muang hana laban ring bhuta kala bala.
Jadi bukan hanya Kala Raja dan Bhuta Raja saja yang
diberikan santapan atau labaan, tetapi juga bala atau anak buah dan pasukannya.
Sega sasah 100 tanding, iwak jeroan mentah, segehan
mentah.
Umumnya saat membuat caru ada unsur – unsur mentah. Memang
secara kasat mata kita lihat sebagai hal yang menjijikkan, andih dan lain
sebagainya. Tapi dalam tradisi Bali diyakini menarik kekuatan tertentu. Karena akan
kita tunjukkan pada bhuta dan kala. Kalau missal kita personifikasikan ada
telaga yang berisi teratai mekar, pasti kumbang yang mendekat, jangan dikasi
tahu kumbangnya akan datang dan kita menaruh bangkai pasti lalat akan datang
sendiri.
Sore gegelaran ikang tawur ring luan ikang dauh ia
kala ngaran telas ing tawur. Telas ing tawir angrupuk ngaran.
Tawur itu dilaksanakan saat sandyakala atau pertengan
waktu yaiu jam 6 sore itu. Setelah pelaksanaan Bhuta Yadnya atau tawur baru
namanya pengerupukan.
Sarana yang digunakan saat pengerupukan ini adalah
obor – obor, sehingga ada istilah penggunaan bobok, kekorok biasanya sapu atau
tulud – tulud, geni seprakpat atau api danyuh.
Setelah pengerupukan, ada rangkaian lagi yaitu
penataban banten pamiyakala prayascita.
Bhuana agung sudah diharmonisasi lalu giliran bhuana
alitnya.
Dalam teksnya disebutkan :
Telas mangkana ikang wong laki bi mebiyakala ring
natar, melukat, ayabin sesayut pamiayakala laramalaradan, muang prayascita.
Setelah itu laki maupun perempuan melakukan upacara
biayakala di natar yang tujuannya penyucian, juga melukat agar kala yang
berdimensi negatif bisa dikendalikan, sesayut lara melaradan, agar sesuatu yang
menyebabkan kesengasaraan bisa dihilangkan, muang prayascita pikiran juga harus
disucikan.
Alam besar atau bhuana agung diharmoniskan dengan
tawur dan upacara bhuta kala, selanjutnya diri sendiri yang dilaksanakan di
halaman rumah, biasanya di depan sanggah melakukan penglukatan, kemudian natab.
Dengan persiapan ini, besoknya sudah siap melakukan
Nyepi.
Sumber Tribun-Bali.com
Posting Komentar