Menurut pandangan Hindu kedudukan laki-laki dan perempuan sama-sama terhormat, yang membedakan adalah tugas, kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai kodrat manusia. Namun dalam kenyataannya dalam penerapan hukum adat di Bali masih sangat kontras dengan adanya ketidaksetaraan gender. Hukum adat di Bali sangat kental dipengaruhi oleh budaya partriarki, dimana di dalamnya Hukum Adat Bali kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi dari perempuan.
Budaya partriarki masih memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki. Terutama dalam hal perkawinan adanya konsep predana yang dianut oleh masyarakat Bali sebagai refleksi dari ajaran Agama Hindu tentang jiwa (purusa) yang identik dengan laki-laki dan material (predana) yang identik dengan perempuan. Tetapi akan sangat keliru jika kemudian konsep predana dan prakerti ini diidentikkan dengan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial. Karena pada kenyataannya setiap manusia dalam pandangan Hindu disebut Bhuana Alit memiliki kedua asas tersebut.
Bali yang menganut agama Hindu menjadikan perempuan Bali harus tunduk terhadap peraturan agama dan adat – istiadat yang dimiliki oleh orang Bali. Masyarakat Bali sangat terikat dengan tradisi, bahkan tradisi dijadikan agama bukan agama yang ditradisikan. Sehingga perempuan Bali harus mengikuti budaya seperti ini.
Perempuan Bali adalah salah satu perempuan mandiri, tangguh dan kuat. Dia harus bisa menyeimbangi antara pekerjaannya, sebagai ibu rumah tangga, dan dalam masyarakat. Karena di Bali hidup adat bermasyarakannya tidaklah mudah banyak tata acara dan peraturan yang harus dijalankan karena itu semua sudah terjadi turun temurun dari jaman dulu.
Untukmu perempuan Bali, kamu wanita hebat. Kamu adalah wanita yang spesial diciptakan Tuhan. Banggalah jadi perempuan Bali yang bisa mengayomi semuanya.
Posting Komentar