Sumber Tribun-Bali.com |
Kata Leak jika di Bali, nampaknya bukan kata asing di
telinga masyarakat. Sebab sejak dahulu kala, leak dipercaya adalah mahluk jadi –
jadian dari hasil mempergunakan ilmu hitam. Leak pun identik dengan sesuatu
yang buruk dan jahat.
Namun apa sebenarnya leak, berikut penjelasan Jero
Arimbawa, satu diantara penekun tantra di Bali.
“Ngeleak berasal dari kata leak, yang berarti aksara
atau linuih ikang aksara. Yang termuat, tersirat, dan tersurat dalam lontar
Leputusan Pengliakan karya sastra Tanting Mas atau Walu Nate Ing Dirah atau
disebut juga Nyai Girah. Di sana tertera tulisan Jawi Kuna, dengan gaya Saloka,”
sebutnya.
Lanjutnya, linuih ikang aksara tersebut adalah aksara
Wreastra yang berjumlah 20 aksara. Aksara dasa atau yang kerap disebut dasa
aksara, juga aksara Swalalitta dan aksara Modre.
“Semua aksara ini dipelajari baik Linggihnya di alam
semesta atau bhuana agung dan bhuana alit (diri sendiri),” sebutnya.
Selanjutnya adalah tahapan pasuk wetu atau keluar
masuknya aksara tersebut dari dalam tubuh. Kemudian diakhiri dengan pemuteran
aksara itu sendiri.
“Bagi yang menkuni pengliakan itupun ada Tatwa,
Susila, dan Upakara yang harus dilakukan serta dijalani. Sesuai tuntunan
seorang guru atau praktisi,”katanya.
Setelah semua persyaratan terpenuhi naik pada tahapan
menjadi pengesengan atau melebur aksara tersebut menjadi aksara Panca Gni dan
sebagainya,” jelas Jero Arimbawa.
Tentunya semua itu membutuhkan segala proses waktu dan
pondasi spiritual seseorang. Sebab leak juga mempunyai aturan dan etika yang
ekstrim, yaitu diatur dalam Swadharmaning Ikang Pengliakan.
“Adapun aturan yang tidak bisa dilanggar satu
diantaranya adalah bhakti kepada ibu dan ayah, yang melahirkan seorang anak. Khususnya
seorang ibu dari rahimnya,” ujarnya.
Lalu bhakti kepada Dewa Widhi, dengan melakukan
persembahyangan rutin di kawitan, Bhatara Hyang Guru, Tri Kahyangan, Pura Mrajapati
dan Pamuhun Agung.
“Jangan salah, karena leak dilarang sombong, angkuh,
dan selalu bersikap sama kepada siapapun,” ucapnya. Bhakti kepada sang catur
anak, bahkan senantiasa berpuasa.
“Dalam pembelajaran, leak tidak satupun ada yang boleh
dilanggar. Apalagi secara sengaja, sehingga ekstrimnya pengendalian diri yang
harus dilakukan agar tujuan dalam pembelajaran bisa tercapai,” katanya.
Namun sayangnya, paradigm selama ini leak dijadikan
kambing hitam dalam perbuatan yang selalu dikonotasikan jahat.
“Semestinya kita bercermin pada lontar Pangliakan,
atau Aji Ugig yang menerangkan bahwa leak itu adalah Lenga Ikang Aksara,”katanya.
Dimana artinya keluar atau lupa dengan aksara suci,
dan keluar dari pemikiran dharma sesungguhnya. Namun demikian juga mempunyai
kewajiban yaitu Dharma Weci.
“Semua sudah diatur sedemikian rupa, sehingga terjadi
keseimbangan dunia agar bisa merangkul Aji Rwa Bhibeda tersebut,” jelasnya.
Tapi sesungguhnya tujuan leak, sejatinya adalah untuk
bisa mencapai kelepasan pada saat mati nanti agar bisa tersenyum menyambut
kematian tersebut.
Adapun dalam setiap proses belajar, kata dia memang
tersurat di dalam lontar tersebut mengenai laku Nyeraya. Yaitu sembahyang ke
Pemuhun Agung dan Prajapati inilah yang kerap disalahartikan oleh masyarakat.
Bahwa diidentikan dengan hal-hal yang jahat.
“Padahal tidak seperti itu, tujuannya adalah mendoakan
roh-roh yang dikubur agar mendapatkan tempat yang baik dan mengembalikan semua
unsur Panca Maha Bhuta keasalnya,” sebutnya.
Ini menjadi sebuah kewajiban bagi yang melakukan
proses belajar maupun yang sudah menjalani. Laku ini yang sering disinyalir
oleh orang lain, digunakan untuk berbuat jahat sehingga turun-temurun menjadi negative
pada paradigm leak itu sendiri.
Lalu bagaimana ciri – ciri orang yang bisa dengan ilmu
leak?
Ia menyebutkan tidak ada kepastian.
“Tidak ada yang pasti, baik itu orang muda, dewasa,
maupun sudah tua yang bisa belajar menjadi liak. Sehingga tidak menjadi fitnah
masyarakat,” ujarnya.
Untuk menentukan, apakah orang tersebut bisa atau
tidak. Maka harus diketahui juga bahwa ilmu leak tersebut seperti apa. Sehingga
menjadi sebuah kebenaran dam tidak tafsir belaka.
“Sangat berbahaya kalau kita menjudge seseorang,
mengatakan dia bisa menjadi leak atau tidak tanpa dasar sastra yang jelas,”
tegasnya. Sebab jatuhnya menjadi fitnah dan itulah kejahatan yang sesungguhnya.
Sumber Tribun-Bali.com
Posting Komentar