Farid mengajak aku reuni saat aku baru tiba dari Sydney. Aku langsung menyetujuinya. Warkop Ndeso yang merupakan tongkrongan kami saat masih sekolah menjadi tempat reuni kami. Tidak ada yang berubah kecuali Pakde yang tampak lebih tua dengan anak-anaknya yang telah dewasa.
“Nggak lama lagi udah nimang cucu nih, Pakde!” Goda Farid kepada pemilik warkop.
“Doakan yah, Dek. Eh, Danang dari mana saja? Baru kelihatan!” Jawab Pakde yang kemudian menyapa aku yang duduk paling pojok.
Aku baru ingin menjawab, tiba-tiba Gian dan Memet sahut-sahutan menimpali perkataan Pakde.
“Udah sibuk sekali dia! Gak sempat nongkrong lagi!” Kata Gian.
“Jangan iri, Yan! Dia punya start up yang udah OTW internasional! Main sama kita udah gak level buat Danang!”
“Eh jadi lupa, si Danang kan pengusaha muda!” Balas Gian.
Aku hanya terdiam dan tersenyum saat mereka menyindir dan menertawai diriku. Aku memang menjadi sangat sibuk bekerja sejak usaha Bapak bangkrut setelah lulus SMA.
Aku ke Sydney bukan karena start up, melainkan menjadi buruh di sana untuk membantu menstabilkan kembali ekonomi keluarga. Adapun soal pengusaha muda dan international start up, itu memang impian ku sejak SMA yang mana mereka semua mengetahui itu.
Aku selalu yakin, semua hanya perkara waktu. Aku masih sementara memperjuangkan mimpiku itu.
Posting Komentar