Ilustrasi via https://instagram.com/dewikfebryanti |
Tumpukan rindu yang belum sempat ku sampaikan ini akan ku uapkan saat kepulanganmu nanti.
Komunikasi diantara kita yang terjaga cukup baik, membuatku selalu percaya untuk tetap mempertahankan hubungan yang tidak mudah ini. Saling memberi kabar dan berbagi cerita, walaupun hanya via suara atau pesan singkat sudah menjadi tradisi yang kita jalani.
Maafkan aku. Tapi, cinta ini mulai membuatku curiga.
Hei, kita yang saat ini terpisah oleh jarak, aku sudah tak sanggup lagi menunggu.Bukan karena aku lelah lalu menyerah. Tapi karena kamu yang sudah tak lagi bisa kupercaya.Aku masih tidak mengerti mengapa kamu sampai hati membuatku terluka? Ketika yang lain sedang asyik bersama pasangannya. Selama kau disana, aku disini menciptakan kebersamaan dengan bayanganmu. Ketika kau ingin berkhianat, tidakkah kau ingat aku disini yang selalu setia? Saat kau mulai berbohong, tidakkah kau ingat aku yang selalu jujur padamu?
Selama kita terpisah, aku tak pernah menuntutmu untuk selalu ada waktu. Aku bahkan rela dinomorduakan karena kesibukan tugasmu. Aku tak pernah memaksa jika memang kau tak bisa. Aku terus bertanya-tanya. Katakan kurangku dimana! Tidakkah kau hitung berapa banyak waktu yang sudah kulewatkan untuk menunggumu.
Jangan jadikan jarak sebagai alasanmu untuk melepasku. Sebelumnya, kita (masih) baik-baik saja. Katakan, kalau memang ada cinta yang sedang membuatmu merasa nyaman. Biarkan aku memutuskan untuk mengakhirinya. Aku memilih untuk membiarkanmu pergi bukan karena aku sudah tak lagi cinta. Pergilah dengannya yang bisa membuatmu bahagia.
Biarkan aku disini mengobati setengah hatiku yang terluka karenamu. Aku rela bertahan ditengah sepi dengan tetesan air mata untukmu yang sudah tak terhitung lagi berapa jumlahnya. Aku belajar untuk mengikhlaskanmu. Membiarkan Tuhan menjalankan skenario-Nya dan menunjukkan yang terbaik dengan cara-Nya.
Kalau memang kita ditakdirkan untuk bersama kembali, berjanjilah padaku untuk tidak pergi dan menyakiti lagi.