Dalam Agama Hindu perkawinan atau pawiwahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak, baik pihak suami maupun istri. Masyarakat Bali mengenal beberapa jenis perkawinan, seperti Perkawinan Pada Gelahang, Perkawinan Nyerod, Perkawinan Nyentana dan Perkawinan Makedeng-kedengan Ngaad. Mungkin kita terbiasa mendengar sistem Perkawinan Pada Gelahang, Nyerod dan Nyentana. Namun pernahkan anda mendengar istilah Perkawinan Makedeng-kedengan Ngaad ? Lantas apakah itu perkawinan makedeng-kedengan ngad? Mengapa perkawinan ini dikatakan sangat berbahaya?
Menurut undang undang, perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (Rumah tangga) yang bahagia. Di Bali, perkawinan menganut sistem Patrilineal atau Kapurusa. Secara umum, berdasarkan hukum adat Bali dikenal ada dua bentuk perkawinan, yakni perkawinan biasa dan perkawinan nyentana. Perkawinan biasa dikenal juga dengan istilah ‘nganten keluar’. Sedangkan Nyentana dikenal dengan istilah ‘nganten nyeburin’. Apa bedanya ? kalau di hukum adat Bali, nganten keluar, suami berstatus kapurusa dan wanita berstatus pradana. Namun kalau nyentana terbalik, istri yang berstatus kapurusa dan suami yang berstatus pradana.
Berbeda dengan Nganten Nyentana, Nganten Makedeng-kedengan Ngad sesungguhnya bentuk perkawinan biasa, namun dengan cara yang berbeda. Perkawinan Makedeng-kedengan Ngaad merupakan perkawinan yang menganut sistem barter (pertukaran). Umumnya perkawinan ini terjadi antara satu keluarga yang mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan yang saling dinikahkan dengan anak perempuan dan laki-laki dari keluarga lain. Misalkan, keluarga A menikahkan putranya dengan putri dari keluarga B. Beberapa tahun kemudian Keluarga A juga menikahkan putrinya dengan putra keluarga B.
Dalam perkawinan ini, terjadi pertukaran atau saling Tarik-menarik (makedeng-kedengan) anak perempuan antara kedua keluarga pertama dengan keluarga kedua.
Ngaad bahasa Bali bisa diartikan sebagai sembilu, pisau silet. Jika sembilu dan silet dibuat dengan baja, ngad terbuat dari bambu, kurang lebih sepanjang 15 cm, pipih kedua tepinya, diraut sangat tajam. Ngad biasanya untuk menggorok ayam, bebek atau babi. Makedengan ngaad berarti tarik-menarik ngaad, saling tarik pisau dari bambu penggorok leher ayam itu. Tentu kedua pihak akan berdarah-darah jika sembilu atau silet saling mereka tarik.
Perkawinan jaman dahulu tentu tidak sama dengan sekarang. Dulu mungkin perjodohan sering dilakukan. Saat ini perkawinan dilandasi dengan cinta dan komitmen kedua mempelai. Perkawinan Mekedeng-kedengan Ngaad tidak dianjurkan, konon jika pernikahan ini dilakukan salah satu keluarga akan mengalami musibah. Percaya atau tidak kembali pada pribadi masing-masing.