Arik Kupitt |
Berkeping-keping menjadi luka-luka yang setiap saat terasa menyiksa. Dengan sisa-sisa semangat, aku mencoba kembali bangkit. Sebab hidup terlalu sia-sia dihabiskan dengan rasa sakit. Kau boleh tertawa sesukamu. Merayakan kemenanganmu atas luka-luka yang mengirisku. Kau boleh tersenyum bangga jika puas membuatku merasa sakit. Sungguh aku tidak akan marah dan benci. Bagiku semuanya sudah berlalu. Sudah kupastikan kau hanya akan dikenang sebagai masa lalu.
Cinta yang pernah ada kini hanya sebatas kata-kata. Perasaan itu tak akan lagi tumbuh. Sebab terlalu mati ia saat kau memilih membunuh. Tetaplah tertawa atas segala lukaku. Biarku sembuhkan pelan-pelan semua yang teriris sendu. Biarku tanggung semua rasa sesak yang menggunung. Biarlah aku yang pergi membawa sekelebat perih di hati. Pelan-pelan, aku percaya, semuanya akan benar-benar baik kembali. Hari ini mungkin aku masih pura-pura bahagia tanpamu. Kelak, setelah semakin jauh jalan kutempuh, luka-luka itu akan kembali sembuh. Meski harus berpura-pura baik tanpamu. Aku tak akan meminta lagi kau bahagiakan.
Dan sungguh, aku tidak akan pernah lagi menginginkanmu kembali membuat semuanya utuh. Sebab, bagiku menyembuhkan luka sendiri jauh lebih baik daripada bertahan tapi dilukai.
Kepada kamu yang begitu berbangga diri telah melukaiku. Jujur kuakui sulit memang melupakanmu. Hal yang tidak kumengerti adalah mengapa orang yang paling menyakiti yang lebih mudah diingat kembali? Mengapa orang yang membuat begitu dalam luka, yang lebih susah untuk membuat lupa. Tapi ada yang aku yakini melebihi kehebatanmu melukai. Hatiku masihlah milikku. Masih aku yang berhak atasnya.
Itulah sebabnya aku menjauh dan menutup mata atas segala rayuan belakamu. Cukuplah sedih yang pernah kupilih sebab mencintaimu. Sebab sudah terlalu lelah hati mengerti kamu. Kini, aku hanya perlu menikmati pelan-pelan. Hingga semua kesakitan yang pernah ada hanya menjadi senyuman saat kembali pulang sebagai ingatan dan masa lalu. hingga kembali terang dan tak akan redup lagi.