Dalam pergumulan senja hari di tempat ini, saat mentari hendak kembali ke peraduan, banyak spirit baru yang didaraskan pada malam yang akan datang menenggelamkan senja. Sebagai sebuah perjalanan sekaligus karya kehidupan, maka waktu harus dilalui untuk menanamkan harapan. Saya selalu percaya bahwa akan ada berkah dari sebuah perjalanan panjang di tempat kita berkarya.
Setiap berjumpa dengan orang baru, ada pengalaman hidup yang dipetik, ada nilai lebih yang dapat dibawa pulang, ada kisah-kisah indah yang meruntai dalam lembaran kehidupan yang sedang digeluti. Pengalaman itupun dijadikan sebagai guru terbesar kehidupan. Belajar dari pengalaman bukan kesalahan yang fatal. Bahkan sungguh teramat penting untuk kita maknai hikmahnya.
Selama pergumulan panjang di tanah ini, tentu ingatan akan rumah dan kampung halaman terus membuncah dalam pikiran. Ingatan akan rumah biasanya datang saat senja kembali memamerkan keangkuhan pada seisi dunia, apalagi bagi sanak saudara kita yang sebentar lagi merayakan hari raya lebaran, namun tidak bisa kembali ke kampung halaman karena berbagai tuntutan serta tantangan di tanah rantau. Sungguh tidak mudah untuk melewati situasi yang demikian.
Niat untuk pulang selalu bergelora dalam hati setiap para perantau. Saya percaya, Anda yang sedang melahap tulisan ini juga merasakan demikian, selalu ingin pulang ke kampung halaman. Pulang tidak mengenal status yang telah diemban. Entah engkau pejabat negara sekalipun tentu akan ada masanya untuk pulang ke tempat kelahiranmu. Setidaknya untuk saudara-saudari yang beragama Islam setahun sekali akan mudik saat hari Lebaran tiba ataupun untuk yang beragama Kristen akan kembali ke kampung halaman saat merayakan hari raya.
Di dalam perjalanan panjang di tanah ini, saya termasuk yang selalu berpikir untuk pulang. Yang pasti ini bukan perkara kerasan atau tidak. Saya sangat percaya, teriknya mentari yang datang di siang hari sebenarnya bermaksud agar kita tahu bahwa rumah itu menyejukan. Begitupun hujan yang mengguyuri bumi selalu memberi pelajaran bahwa rumah akan melindungi kita dari berbagai merbaya di luar sana. Meski di mana kita merasa damai, mungkin di situlah rumah yang bisa kamu tempati untuk merayakan harapan. Namun lazimnya akan ada rumah pertama dan utama yang selalu ciptakan rindu.
Pulang adalah tugas yang harus dituntaskan oleh setiap orang. Entah itu pulang dari ladang, pulang dari kantor, ataupun pulang dari sekolah. Pulang ihwal merayakan arti sebenarnya dari sebuah perjalanan. Sejauh apa arah dan langkah yang telah ditempuh, kelak akan ada waktunya merasakan nikmatnya kembali pulang ke rumah.
Di moment menjelang hari Lebaran seperti sekarang ini, walaupun dengan bayang-bayang harga tiket pesawat yang sedang melambung tinggi, bukan berarti akan menghalangi perantau untuk mudik ke kampung halaman. Jangan heran pilihan untuk menempuh perjalanan darat dan laut bisa jadi pilihan tanpa mempertimbangkan lamanya waktu di perjalanan. Alasan merayakan indahnya kepulangan bersama sanak saudara jadi pelecut untuk mengabaikan segala tantangan dalam perjalanan.
Untuk alasan pulang, setiap orang bekerja membanting tulang siang dan malam. Hujan deras dan mentari yang sangar ditambah lagi dengan teguran kasar dari pimpinan justru menumbuhkan semangat yang membara dalam bekerja. Semuanya dilakukan demi pulang kembali ke dalam pangkuan ibunda di rumah. Membuat penghuni rumah tersenyum sumringah, tertawa girang dalam belaian kebahagiaan yang terpenuhi. Perantau punya tanggung jawab untuk membuat penghuni rumah selalu tersenyum.
Sudah dua tahun saya pergi meninggalkan rumah. Selama itu pula ingatan tentang rumah terus terbawa dalam lamunan. Pada setiap lamunan, rasa rindu selalu membuncah dalam ingatan akan rumah. Lagi-lagi saya selalu percaya, rumah selalu memiliki roh untuk memanggil penghuninya kembali merayakan cerita dan cinta di bawah atapnya.
Saking kuatnya untuk pulang, saya pernah berpikir untuk pergi dan tidak kembali lagi. Syukurlah saya berhasil menghalau fase terberat dalam pergumulan saya di tanah ini. Sekarang dengan segala proses baik dan buruknya, saya sudah kerasan untuk menjalankan proses sebagai anak seribu pulau. Saya selalu berharap penuh, jalan panjang yang saya lalui tidak terus-terusan berkerikil tajam. Namun sesekali disuguhi dengan jalan datar tak berbatuan.
Pada titik ini, dan mungkin pada suatu saat nanti, saya akan pulang demi satu dan dua alasan untuk kembali berkilas dengan masa lalu. Pulang sebagai medium untuk kembali merawat kenangan. Kembali dengan baik-baik saja ke rumah adalah harapan bagi semua orang yang telah meninggalkan rumah. Kembali ke rumah sejatinya untuk mengingatkan kenangan-kenangan yang telah terukir lalu merawat dan melanjutkan niat baik yang perlu dilakukan.