Ilustrasi foto via https://instagram.com/susannovitadewi |
Saya sudah besabar mengahadapi masalah ini, namun sabar itu kan ada batasnya. Kalau akhirnya seperti ini saya tidak bisa terima."
Itulah sepotong kalimat yang sering terlontar ketika merasa ujian telah mencapai batas akhir.
Apakah benar sabar itu ada batasnya?
Sedikit menengok pada kutipan Suatu agama tentang ajaran dan orang-orang di zamannya, pasti terdapat kasus yang sama meskipun berbeda konteksnya. Secara tidak sadar, sabar dituntut untuk memiliki batas. Segala ujian dan tantangan kehidupan pasti memiliki ujung, begitu lah yang dituntut dari sebuah kesabaran.
Sabar adalah sabar. Jika masih menuntut batas tertentu, maka belum bisa dikatakan sabar. Hakaikatnya, tugas manusia selalu belajar sabar atas segala sesuatu yang telah digariskan. Sebagaimana terkait kerelaan atas seluruh kejadian baik ataupun tidak.
Semua orang mendapatkan ujian yang memiliki latar belakang berbeda. Diikuti dengan tuntutan untuk mencapai titik sabar yang sebenarnya. Hingga akhirnya akan membuat kita belajar mengenal sabar lebih dalam dan mencapai tingkat berikutnya.
Seberat apapun ujian yang diberikan, sebisa mungkin untuk sabar dan jangan merasa geram apalagi dendam. Sebenarnya sabar tidak ada batasnya, manusialah yang membuat batasan itu sendiri. Batas kesabaran bukan berarti ketika diminta meluapkan emosi, amarah, dan hilang kontrol diri.
Diam batas sabar
Berusaha tetap tenang, nyaman dan menjaga kontrol diri saat menerima kenyataan pahit yang mendalam bukan berarti kalah ataupun lemah. Di balik sikap diam karena terluka, harus diimbangi dengan pikiran positif dan fokus. Saran merenungkan apa yang telah terjadi bisa menjadi obat tersendiri untuk menutup luka sehingga tidak lagi menganga.
Jadikan sebuah luka sebagai pelajaran berharga dan sebagai acuan untuk tidak mengulangnya. Menjadi pribadi yang sabar dan tidak mudah tersulut api emosi, pasti ketenangan dan kebahagiaan akan terjamin. Hakikatnya tujuan manusia hidup hanya demi kebahgiaan.