Ilustrasi via https://instagram.com/desti_anggriany |
Kerikil bisa menjadi hiasan agar tidak lupa bahwa tanpa kerikil tidak ada aspal. Setiap kepala memiliki susunan kerikilnya sendiri, tidak ada yang sama. Ketika menganggap sama pasti ada yang berbeda yang kasat mata. Hanya yang merasakan mampu menggambarkan berbedanya luka. Tak perlu menanyakan apalagi menilai seberapa menyakitkan.
Sampaikan dalam sujud, dalam kalimat yang baik akan rasa menikmati sesuatu yang mampu mengajarkan segala rasa. Menciptakan semua suasana hati yang terburuk sekalipun. Tegaklah untuk diri sendiri, tak harus untuk oranglain kalau untuk sendirinya belum mampu bangun. Siapkan diri, tempah hati dan berdamailah dengan logika agar semua terasa lebih ringan. Jangan berharap banyak untuk orang lain menemani apalagi memahami.
Belajar berkomunikasi pada hati dan otak, sinkronisasi mereka. Jadikan langit, awan dan angin teman paling setia ketika mencurahkan yang takut untuk dipertontonkan orang lain. Nikmati hujan, bergenggaman dengan Sang Pemilik Hati untuk memahami rasa yang terjadi. Layangkan langkah tanpa menunggu arahan, agar tahu apa yang diinginkan. Komando kan jalan untuk menghirup oksigen tipis tanpa sekat.
Jatuh, menjadi wajar jika terbiasa bangun. Anggap sebagai tanda yang diinginkan terlalu tinggi dengan melewati langkah itu, cari langkah yang lain namun tetap pada satu tujuan. Tujuan yang membahagiakan dan tujuan yang menangiskan. Takkan ada yang ingin tujuan membuat terjatuh namun tanpa mengalami tidak ada juga yang tahu apa isi tujuan itu sesungguhnya. Beri ruang memahami sekitar terlebih dahulu, kalau bukan seorang diri mengalami tujuan yang menangiskan.
Dukung kekuatan hati dengan logika tanpa mengharapkan adanya kehadiran support system. Tak mengangkuhkan jika terbiasa menyembuhkan. Jadikan penghargaan untuk hati dan logika saja dengan berbicara pada diri, bukan dalam hati. Ucapkan seperti berbicara di depan diri sendiri. Sebagai rasa terima kasih telah mampu melewati dan menyusun kerikil dengan indah.
Apa yang telah dilakukan dengan terbaik, kamu pantas mendapatkannya. Melaluinya dengan tanpa alas kaki, memungut kerikil, menatanya, memberikan warna-warni, memberi tanda rasa bersyukur. Merangkul untuk membisikkan memang harusnya tak menyamakan. Kamu sudah menemukan cara terbaik untuk sembuh. Lakukan apa yang mengindahkan hidup dan berpositif tanpa membandingkan.
“Kamu, iya kamu. Tersenyumlah pada langit untuk memujinya dan menyemangatin hati untuk terus terhubung dengan logika tanpa saling membalap mana yang lebih handal. Helaan nafas menjadi rasa bersyukur terbesar. Terima kasih, kamu".