Pada dasarnya hari Kajeng Kliwon merupakan hari yang sangat keramat karena kekuatan dalam diri maupun luar manusia, akan mudah muncul dan menggangu manusia.
Pada hari Kajeng Kliwon ini bagi yang menganut Ilmu Aji Pengeleakan akan bertemu dan berkumpul untuk melakukan puja Bhakti bersama dengan memuja Shiva, Dhurga, dan Bhaiwari. Ritual Kajeng Kliwon ini biasanya dilaksanakan di Pura Dalem, Pura Prajepati, ataupun di Kuburan, Uluning Setra/Pamuunan.
Kajeng Kliwon merupakan hari yang diperhitungkan jatuh pada Tri Wara yaitu Kajeng dan Panca Wara yaitu Kliwon. Pertemuan Kajeng dan Kliwon merupakan hari yang di yakini oleh tetua Hindu Bali sebagai hari kekuatan, Energi alam Semesta yang memiliki unsur dua lintas yang bertemu satu sama lainnya. Energi di Alam Semesta dan Bhuana Agung semuanya terealisasi dalam Bhuana Alit atau tubuh manusia itu sendiri.
Hari atau Rahina Kajeng Kliwon Itu datang setiap 15 hari sekali, dan Dapat di Bagi menjadi 3, yaitu;
- Kajeng Kliwon Uwudan (Kajang Kliwon Setelah Bulan Purnama)
- Kajeng Kliwon Enyitan (Kajang Kliwon Setelah Bulan Mati/Tilem)
- Kajeng Kliwon Pamelas Tali (Watu Gunung Runtuh yang datang setiap 6 bulan sekali)
Pada Hari Kajeng Kliwon dipercayai oleh pemeluk Hindu Bali sebagai hari menetralisir seatu penyakit, magsudnya jika ada Orang yang menderita penyakit seperti, koreng, gondongan, bisul, yang tidak sembuh-sembuh, maka penyakit itu dipercayai pasti akan sembuh jika di obati pada hari Kajeng Kliwon ini, dengan cara menghaturkan segehan/blabaran di Penataran agung atau di petigaan agung, lengkap dengan Banten yang telah di tentukan. Biasanya dipilih saat hari Kajang Kliwon Pamelas Tali ( 5 hari sebelum hari raya Haji Saraswati), yang disebut Watu Gunung Runtuh.
Hari Kajeng Kliwon diperingati sebagai hari turunnya para bhuta kala untuk mencari orang yang tidak menjalankan dharma Agama, pada hari ini pula para bhuta kala muncul menilai para manusia yang menjalankan dharma. Diyakini pada hari kajeng Kliwon hendaknya Menghaturkan Segehan manca warna.