photo via http://instagram.com/madewedastra |
Tumpek Landep yang jatuh saat Saniscara Kliwon Landep
sangat istimewa. Perayaan dan ritual khusus yang dilaksanakan umat Hindu untuk
tumbuhan, hewan dan perkakas besi atau keris dan senjata lainnya dikenal dengan
nama Tumpek. Ada tiga Tumpek, yang dinamai Tumpek Ubuh, Tumpek Wariga dan
Tumpek Landep.
Sulinggih asal Mengwi, Ida Pandita Mpu Putra Yoga
Parama Daksa mengatakan dalam Lontar Sundarigama dijelaskan, Tumpek berasal
dari kata ‘tampa’ yang memiliki arti turun dengan imbuhan ‘um’ menjadi tumampa.
Dalam perjalanannya, istilah tumampa mengalami perubahan konsonan menjadi
tumampek dan akhirnya menjadi tumpek.
Tumpek di sini berarti suatu hari yang dianggap suci,
dimana kekuatan manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk tertentu. Sedangkan
Landep berarti tajam. Jadi, Tumpek Landep adalah hari suci dimana kekuatan
manifestasi Tuhan turun ke dunia dalam bentuk ketajaman pikiran, serta
kekokohan pikiran manusia dalam memilih baik dan buruk dalam kehidupan. Hal itu
juga digambarkan dalam lontar Sundarigama yang menyebut :
“Saniscara Kliwon ngaran, wekasing tuduh rikang wwang,
haywa lali amusti Sang Hyang Maha Wisesa, haywa deh, ndan haywa pisah,
apasamana tumurun kertanira Sanghyang Anta Wisesa ring rat kabeh.”
Dalam bait tersebut, lanjutannya dijelaskan bahwa
Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon Tuhan memberikan anugerah kepada
umat manusia di dunia. Dalam bait itu juga disebutkan sebuah nasihat, agar kita
selalu dekat dengannya agar kita selalu ingat dan melakukan persembahyangan
pada hari tersebut.
Sulinggih yang akrab disapa Mpu Mengwi ini, memaparkan
dalam pelaksanaannya Tumpek Landep memang identic dengan perayaan yang
dikhususkan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan yang dalam manifestasinya
sebagai Dewa Senjata (Pasupati).
Ia juga menambahkan, secara filosofi Tumpek Landep
merupakan ungkapan rasa terimakasih umat manusia kepada Tuhan yang turun ke
dunia untuk memberikan ketajaman tersebut layaknya senjata yang berbentuk
lancip ( runcing ) seperti keris, pisau dan pedang.
Soal pantangan? Dikatakannya, dalam lontar Sundarigama
dibeberkan : “Pangacinia kayeng lagi,
sedengnging latri tan wenang
anambut karya, meneng juga pwa ya, heningakna juga ikang adnyana malilian,
umengetaken Sanghyang Dharma, mwang kawyiadnyana sastra kabeh, mangkan telas
kangetakna haywa sang wruhing tattwa yeki tan mituhu, mwang alpa ring mami, tan
panemwa rahayu ring saparania, apania mangkana, wwang tan pakarti tan payasa,
tan pakrama, sania lawan sato, binania amangan sega. Yan sang wiku tan manut,
dudu sira Wiku, ranak ira Sanghyang Dharma.”
Artinya pada
saat perayaan Tumpek Landep, pada malam hari tidak diperkenankan
melaksanakan pekerjaan jasmani. Appaun bentuknya, jangan bekerja, jangan
memasak, jangan bicara kotor, dan jangan bepergian. Intinya malam itu kita
jangan melaksanakan aktivitas fisik. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Dalam
lontar itu juga dipaparkan, sebaiknya kita melakukan meditasi, renungan suci
dan persembahyangan.
“Karena orang yang tidak melaksanakan kerti yasa dan
karma (tidakan terpuji, pengabdian dan perbuatan baik) dipercaya tidak akan
mendapatkan keselamatan dimana pun dia berada,” pungkasnya.
sumber baliexpress.jawapos.com
Posting Komentar