Kalau Nggak Suka, Bilang Saja! Nggak Perlu Ia Sok-sokan Menyenangkan Hati

Kalau Nggak Suka, Bilang Saja! Nggak Perlu Ia Sok-sokan Menyenangkan Hati

 “Udah beli kaos Prempuan Bali yang leher V the dark belom guys?”

“Belum nih, lagi hemat.”
“Ya ampun, cuma 100 ribu aja kok. Yuk beli yuk, keren tahu modelnya~”

Pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam percakapan macam ini? Tanpa ba-bi-bu, salah satu teman mengajakmu untuk membeli sesuatu. Padahal saat itu kamu sedang berhemat atau mungkin tidak mood untuk membeli sesuatu. Namun atas nama solidaritas, akhirnya kamu terbujuk rayu dan merelakan beberapa pundimu melayang.

Di atas merupakan salah satu contoh dari salah kaprahnya standar gaul dan kekinian anak muda masa kini yang diukur dari gaya hidupnya. Mereka seringkali tergiur pada aktivitas kece dan keren, tapi bahkan esensinya apa pun mereka nggak paham. Selfie atau motret makanan sebelum makan misalnya, bisa nge-DJ yang dianggap lebih gaul dibanding bisa ngaji, update status di semua sosial media kemana pun kaki melangkah, dan masih banyak beragam tingkah. Kalau kamu nggak suka ya bilang nggak suka, jangan maksa hanya demi eksistensi belaka. Sampai bahkan kamu nggak tahu jati dirimu yang sebenernya. Hiks!

Dateng ke galeri lukisan atau pameran seni rupa cuma buat ajang selfie aja. Padahal cara mengapresiasi seni aja nggak bisa. Kan sedih ya?

“Sya, dari tadi kan udah selfie di depan lukisan. Buat apa lagi?”


“Kan tadi yang tadi Dika, yang ini belum. Lihat dong, lukisannya ada banyak. Ini termasuk bentuk apresiasi tauuuk.”

Kalau punya temen model begini, yaudah, niat selfie tak usahlah kamu pertanyakan lagi. Mohon dicamkan daripada makan ati, selfie selalu benar! Populasi pengunjung pameran seni model beginilah yang paling banyak. Mereka yang rakus menghasilkan banyak stok foto. Mungkin 65% dari total semua pengunjung. Ciri-cirinya begitu mudah diamati. Setiap berhenti di satu lukisan, mereka akan bergegas menyiagakan kamera depan, dan cekrek, yihaa satu file foto baru pun memenuhi memori ponsel.

Yang kaya ginilah yang berujung pada keriuhan galeri. Gimana masa depan seni? Seni nggak butuh selfie, tapi apresiasi. Mereka bahkan nggak ada keinginan mencari tahu apa makna di balik penciptaannya, mengkajinya, dan lain sebagainya. Kalau nggak tertarik mbok ya bilang aja.

Nonton konser jazz hanya karena jazz lagi hits banget saat ini. Predikat kekinian-lah yang justru diminati, musik jazz sama sekali tak mampu dinikmati
Advertisement

ngaku suka jazz, tapi siapa Balawan aja nggak tahu :(

Betapa mirisnya ketika fenomena perkembangan musik jazz kian menghadirkan banyak anggapan yang salah kaprah. Anak-anak muda sekarang datang ke konser jazz, bukan untuk menikmati alunan instrumen indah, sebutlah ala Balawan cs. Para muda-mudi justru hadir di tengah venue hanya sekadar ingin menunjukkan sisi gaul mereka.

Beberapa orang bilang, kamu nggak gaul kalau belum pernah nonton konser musik jazz. Padahal sama sekali nggak ada yang salah kalau misalnya kamu memang nggak suka jazz dan lebih memfavoritkan dangdut. Ini hidupmu, kamu yang tahu seleramu.

Nongkrong di kafe sekarang pun hanya soal gengsi. Kalau kamu nggak doyan makanannya dan nggak punya uang, mending terus terang
nongkrong di cafe pun seolah sudah membudaya

Nongkrong di kafe itu sama sekali nggak murah, butuh beberapa lembar puluhan atau bahkan ratusan ribu rupiah. Seringnya hanya untuk secangkir kopi. Sejatinya kamu sadar, kalau ini cuma soal gengsi. Dan dalam hati kamu juga mengakui, kalau lebih nyaman di pinggir jalan, pun begitu soal rasa makanan. Lalu, kenapa gaya hidup begini kamu pertahankan? Kalau nggak nyaman kamu bisa bilang, jangan takut menolak ajakan teman. Apalagi sekarang nongkrong di cafe atau tempat-tempat umum sedang dibatasi kan~

Ikut-ikut mengenakan fashion seperti baju atau sepatu yang sedang nge-tren. Dengan dalih terpaksa dan predikat kekinian, padahal sesungguhnya kamu sangat nggak nyaman

Contoh gampangnya sih seragam. Lihat deh seragam anak SMA sekarang, kebanyakan dibuat ngepres dan sesak. Padahal buat gerak aja susah. Belum lagi soal model sepatu. Kalau kamu cewek, ya kamu harus sering-sering makai high heels. Padahal buat jalan aja susah. Alangkah menyiksa dirinya kalau hanya demi pengakuan. Hidupmu nggak akan berhenti hanya karena nggak dianggap gaul dan trendi oleh orang lain kan? Kenyamanan itu tanda kamu mengenali dirimu sendiri.

Bahkan, hal remeh temeh macam makan mie super pedas pun heboh di sosial media. “Kalau kamu ngaku pecinta Korea, kamu wajib coba,” begitu kata mereka

Tahu sendiri betapa Korean Wave saat ini mewabah dimana-mana. Nggak cuma tentang drama, musik, atau produk makeup saja, tapi juga soal makanan. Samyang yang merupakan mie goreng instan asal Korea ini dikenal dengan rasa pedas yang nendang dan mampu membuat bibirmu goyang. Saking diburunya, harga Samyang sekarang bahkan naik hingga 100%. Mereka yang tadinya nggak doyan pedas pun ikut-ikutan makan Samyang. Termasuk juga yang punya maag akut, biar total mengidolakan serba Korea katanya. Apa kamu harus mengorbankan kesehatanmu demi eksistensi itu tadi? Harga dirimu nggak sama dengan sebungkus Samyang dong ya harusnya?

Beberapa anak muda bahkan rela keluar duit lumayan buat masang kawat gigi atau behel. Jangankan buat ngerapiin gigi, tujuannya nggak lebih dari sekadar gaya-gayaan aja~
yakin cantikmu nambah setelah kamu pasang behel?

Behel sekarang sudah dijual bebas di online shop. Bisa dipasang dan dilepas sendiri kapanpun dan dimana pun tanpa perlu mengunjungi dokter gigi. Praktis sih, tapi kamu juga kudu paham apa resikonya. Maksudmu gaya-gayaan, tapi justru bikin bahaya. Apalagi buat kamu yang giginya sudan rapi nan teratur, masang kawat gigi hanya demi dibilang trendi. Ketika behel dipasang, akan ada bagian gigi yang tertarik dan tertekan. Apa kabar gigimu yang sudah rapi dan sejatinya lebih bisa kamu banggakan?

Soal jurusan kuliah pun sama. Kamu yang tahu kemampuanmu. Nggak usah pilih yang cuma nampak keren di mata orang tapi pada akhirnya kamu nggak sanggup menyelesaikan cuma kamu yang paham seberapa kuat kapasitas otakmu

Kuliah itu bukan asal-asalan. Kamu kudu riset di awal terkait jurusan apa yang akan kamu jalani empat tahun ke depan. Nggak cuma asal pilih yang keren di mata orang, padahal belum tahu juga prospek karir ke depan. Bahayanya lagi, kamu milih jurusan cuma sekadar ikut-ikutan, dan pada akhirnya nggak mampu menyelesaikan karena kamu merasa nggak nyaman. Kamu bisa masuk kedokteran karena keren dan karena uang misalnya. Padahal kamu sebenernya takut darah dan nggak pinter pelajaran biologi. Kuliah nggak sesederhana ini.

Terakhir, yang namanya pacaran itu soal perasaan. Jangan pernah menjalin hubungan dengan seseorang cuma biar nggak dibilang ketinggalan zaman dan disangka normal
yang ini fatal sih kalau kamu buat mainan.

“Sya, kok lu nggak pernah punya pacar sih?”

“Kata siapa? Besok gue punya pacar!”

Pacaran pun bukan hal yang dengan seenaknya kamu lakukan. Bisa asal comot laki atau perempuan di jalanan. Yang satu ini pun aktivitas yang melibatkan perasaan. Ada yang pacaran biar dikira laku, ada yang pacaran biar nggak dibilang “nggak normal”. Padahal sejatinya ya karena belum ada yang cocok di hati aja. Kamu perlu belajar mendengarkan dirimu sendiri, dan tak terpengaruh orang lain dalam hal apapun.

Bahagia itu kamu yang ciptakan. Kenyamananmu pun kamu yang punya ukuran. Jangan pernah biarkan orang lain seenaknya menentukan. Kalau kamu nggak nyaman bilang nggak nyaman. Kalau kamu nggak suka bilang nggak suka. Apalagi kalau sampai mengeluarkan rupiah yang nggak sedikit hanya demi pengakuan orang lain. Nggak ada untungnya buat kamu. Jadi tolong, mulai sekarang kenali jati dirimu. Jangan melakukan sesuatu hanya ikut-ikutan, tanpa tahu esensi untuk dirimu pribadi.

Posting Komentar