Makna Penyekeban Galungan, (Jangan Biarkan Diri Dikuasai Sang Butha Galungan)

Makna Penyekeban Galungan, (Jangan Biarkan Diri Dikuasai Sang Butha Galungan)
Setelah Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, rangkaian dari Hari Raya Galungan yakni Penyekeban. Penyekeban ini dirayakan tiga hari sebelum Galungan yakni pada Munggu (Redite) Paing Wuku Dunggulan.

Bagi masyarakat Bali, pada saat penyekeban ini merupakan hari untuk mematangkan buah utamanya pisang yang akan digunakan saat hari raya Galungan. Selain itu juga dilaksanakan penyekeban tape yang juga digunakan saat Galungan.

Dalam Himpunan Keputusan Seminar Kesatua Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I – IX disebutkan, hari ini merupakan hari turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa, berwujud Bhuta Galungan. Saat ini para Wiku dan Widnyana anyekung Jnana sudha nirmala (waspada menjaga kesucian).

Lebih lanjut, dalam Lontar Sundarigama disebutkan: Ikang Dungulan Redite Paing, turun Sang Hyang Kala Tiga, menadi Bhuta Galungan, arep anadah anginun ring manusa pada matangnian sang wiku muang sang para sujan den perepiakse juga sira kumekas ikang jenyana nirmala, nimitania, tan ka surupan tekap. Sang Buta Galungan, nadah mangkana mengaram panyekeban ucaping loka.

Petikan tersebut memiliki makna, saat Redite Paing wuku Dungulan disebutkan bahwa Sang Hyang Kala Tiga turun ke dunia dalam wujud Sang Bhuta Galungan, yang ingin makan dan minum di dunia ini, oleh karena itu, orang-orang suci, demikian pula para sujana (bijaksana), hendaknya waspada serta mengekang atau membatasi dirinya kemudian memusatkan pikirannya ke arah kesucian, agar tiada kemasukan oleh sifat-sifat yang membahayakan dari pengaruh-pengaruh Sang Bhuta Galungan, dan hal yang demikian, disebutlah hari penyekeban.

Oleh karena itu, mulai hari ini seseorang harus mulai mengendalikan diri. Tidak mudah marah, emosi, dan selalu sabar agar nanti pada saat Hari Raya Galungan bisa merayakan hari kemenangan Dharma dengan paripurna.

Sementara itu, I.B. Putu Suamba, dosen dan penulis buku Siwa Budha di Indonesia mengatakan Rangkaian Galungan merupakan rangkain upacara terpanjang yaitu mulai dari sejak hari Tumpek Wariga hingga Buddha Kliwon Pahang dengan waktunya 42 hari. Turunnya Kala Tiga dan Jaya Tiga memperlihatkan betapa unsur Maya Tattwa dalam bentuk Sakti dominan di dalam pelaksanaan Galungan.

Kala Tiganing Galungan, yaitu tiga kala berturut-turut, mulai hari Redite Paing Dungulan (Penyekeban), Soma Pon Dungulan (Penyajahan), dan Anggara Wage Dungulan (Penampahan). Hari-hari ini merupakan keistimewaan Galungan dimana pelaksanaanya didahului dengan munculnya Kala Tiga yang dikenal pula dengan nama Sang Hyang Tiga Wisesa yang turun ke dunia pada wuku Dungulan dalam bentuk kekuatan negatif (kala).

Turunnya Sang Kala Tiga ini mulai dari Redite Paing Dungulan disebut Sang Bhuta Galungan, pada Anggara Pon Dungulan disebut Bhuta Dunggulan, dan pada Anggara Wage Dungulan disebut Sang Bhuta Amangkurat. Kalau manusia tidak mampu menanganinya bisa berwujud kekuatan yang menghancurkan. Namun apabila kekuatan (sakti) bisa dijinakkan, maka Sakti menjadi kekuatan kehidupan, pemberi kesejahteraan, dan kedamaian. (TB)

Posting Komentar