Jadi, banyak yang bilang begini:
Rasa sakit di sendi akan hilang sekali dan untuk selamanya
“Namanya juga hubungan. Kalau udah putus, ya udah — putus aja. Kalau masih berteman ‘kan bukan putus hubungan namanya?”
Memang sih, berteman dengan mantan bukan pekerjaan mudah. Jauh lebih gampang buat nggak kontak-kontakan dengan mantan selamanya dan cukup tahu kabarnya lewat stalking online saja. Padahal kalau mau berpikir lebih jernih, menjalin hubungan baik dengan mantan ada banyak sisi positifnya. Sisi positif ini membuat usaha yang harus kita keluarkan untuk kembali berteman dengan mantan jadi sangat sepadan.
Yang bilang berteman dengan mantan itu gak mungkin adalah golongan pemuda yang merugi. Ada banyak hal yang bisa kamu tuai andai kamu cukup dewasa buat gak baper sana-sini. Butuh diyakinkan lagi? Fine, ini 7 penjabaran lebih lanjut kenapa kamu nggak perlu gengsi buat berteman dengan mantan.
Sekali peduli, mustahil berhenti sama sekali. Daripada denial, bukankah lebih baik kepedulianmu diarahkan untuk membangun pertemanan?
Sekali punya perasaan peduli pada seseorang, nggak mungkin perasaan itu dilenyapkan. Bagaimanapun, orang itu sudah pernah jadi begitu berarti buat kamu. Orang itu juga yang berperan membentukmu jadi pribadi seperti sekarang ini. Pada orang yang pernah seberjasa itu di hidupmu, gimana caranya kamu berhenti peduli?
Catatan: peduli sama mantan bukan berarti diam-diam berharap balikan. “Peduli” artinya simpel saja: kamu ingin hidupnya bersih dari malapetaka. Kamu ingin dia tak menyerah pada ujian yang sewaktu-waktu bisa tiba. Dan kalau diminta, kamu bersedia membantu sebisanya agar dia selalu baik-baik saja.
Nggak tahu sih apa pendapatmu soal poin ini. Tapi akuilah: bukankah ini terdengar seperti resep menjadi teman yang baik?
Mantan mengerti kamu luar-dalam. Dia tahu sisi-sisi yang bahkan gak pernah kamu tampakkan di depan teman. Yakin orang begini mau “dibuang”?
Sudah berapa banyak pengalaman suka-duka yang kamu punya bersamanya? Gak peduli akhirnya bagaimana, kamu toh pernah menjalin hubungan yang sangat dekat dengannya. Dia orang yang paling tahu sisi luar-dalammu. Hal-hal yang nggak kamu tampakkan ke orang lain, buat dia sudah bukan rahasia.
Karena mengerti kamu dari segala sisi, dia kandidat terbaik untuk ditanyai. Kira-kira menurutnya, cocok nggak ya kalau kamu ambil tawaran pekerjaan yang ini? Menurut dia, kamu bakal bisa beradaptasi nggak ya kalau pindah ke kota ini? Tanpa sadar, setelah tak lagi jadi pasangan kamu sudah punya sahabat secara instan.
Kalian berdua masih satu dunia. Kalau harus bertemu lagi sebelum “sepakat untuk baik-baik saja”, gimana?
Mau putus atau tidak, kalian berdua masih ada di satu dunia. Karena ini, peluangmu untuk bertemu dia lagi begitu terbuka. Jadi bukankah lebih nyaman kalau kalian membangun hubungan baik saja?
Apalagi kalau kalian bertemu sebagai relasi kerja. Dunia kerja tidak akan peduli pada “kenangan” yang pernah kalian punya. Saat masih ada kecanggungan antara kamu dan dia, jangan kaget saat kinerjamu terganggu. Sebaliknya, ketika kamu bertemu dengannya sebagai teman dekat, maka pekerjaanmu akan berjalan lancar dan mungkin saja kariermu akan terbantu olehnya.
Satu hal yang perlu diingat adalah dia mengerti jalan hidup yang kamu inginkan. Bukan tak mungkin bahwa dialah yang nanti menghubungkanmu dengan peluang kerja yang kamu cita-citakan. Tentu saja ini tidak terjadi sembarangan. Ini bisa terjadi dengan satu catatan: kamu berteman baik dengannya.
Pertemanan yang baik dengan mantan adalah tanda kedewasaan. Kalian berdua bukan anak kecil yang jadi pecundang di depan perasaan
Sudah bukan zamannya lagi untuk menjalani siklus pacaran-putus-musuhan. Semakin dewasa, maka kamu akan melihat sebuah hubungan lebih dari sekadar itu. Pacaran-putus-temanan menunjukkan kedewasaan. Dengan bisa berteman, kamu membuktikan bahwa kamu bukan budak yang lemah di depan perasaan.
Sudah saatnya berdamai dengan dirimu sendiri. Katanya mau jadi lebih baik lagi?
Katanya mau jadi lebih baik lagi?
Belajar berteman baik dengan pacar adalah proses berdamai dengan diri sendiri. Pada tahap ini kamu belajar untuk mengelola perasaan dan mengusahakan kebaikan masa depan. Tentu saja, di awal putus, kamu akan sangat emosional. Gak cuma nyesek, kamu juga merasakan segumpal sesal dan kemarahan.
Seiring kamu mampu mengontrol ego dengan baik, hatimu jadi semakin lapang. Yang tadinya terlihat gak masuk akal (seperti menjalin pertemanan), jadi skenario yang menarik ketika kamu sudah move on dan melupakan semua kekecewaan. Udah saatnya, Bung. Turn mistakes into gold!
Kalian memulai hubungan dengan baik-baik. Justru gak masuk akal untuk menolak “mengakhirinya” dengan baik-baik.
Siapa yang awalnya mau baik-baik?
Ada banyak harapan yang pernah kamu pasang dengan mantanmu. Meskipun ada banyak juga ketidakcocokan yang berujung pada berakhirnya hubungan. Tapi bukankah niat baik untuk menjalin hubungan itu pernah ada? Justru gak masuk akal ketika sekarang kamu mengkhianatinya.
Berteman dengan mantan bukan kemustahilan. Yang kamu butuhkan hanyalah kedewasaan. Di akhir hari, dia tetaplah individu hebat yang pernah bikin kamu jatuh hati. Fakta ini gak akan berubah, meskipun kamu nggak memilikinya lagi.
Semoga alasan ini dapat membantumu sebagai pertimbangan untuk menjalin hubungan pertemanan dengan mantan. Tidak perlu buru-buru. Nikmati prosesmu supaya dirimu bisa menerima dengan lapang dada segala kenangan dan kekecewaan bersama mantan, kemudian mengubahnya menjadi semangat pertemanan yang tak akan berakhir. Semoga berhasil!