Kajeng Kliwon yang pelaksanaanya dilakukan setelah hari suci Tilem. Kajeng Kliwon merupakan penggabungan dari unsur tri wara Kajeng dengan unsur panca wara Kliwon. Pertemuan antara Kajeng dan Kliwon itu diyakini oleh umat sebagai saat dari energi alam semesta yang memiliki dualitas bertemu satu sama lainnya.
Energi didalam alam semesta yang ada di Bhuana Agung semuanya terealisasi dalam Bhuana Alit atau tubuh dari manusia itu sendiri. Hari suci Kajeng Kliwon dirayakan setiap 15 hari sekali, yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian antara lain :
- Kajeng Kliwon Uwudan yang dilaksanakan setelah suci hari Purnama.
- Kajeng Kliwon Enyitan yang dilaksanakan setelah hari suci Tilem.
- Kajeng Kliwon Pemelastali yang jatuhnya setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali yang sering juga disebut dengan Watu Gunung Runtuh.
Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi, yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta, Kala dan Durga yang ada dimuka bumi. Kliwon merupakan hari prabawanya dari Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa. Menyatunya unsur kekuatan dari Siwa dan Durga akan lahir kekuatan Dharma Wisesa, sehingga dari sini lahirnya kesidhian, kesaktian, kemandhian yang selalu dikendalikan oleh kekuatan Dharma. (Lontar Kala Maya Tattwa)
Umat Hindu juga meyakini hari pada hari suci Kajeng Kliwon sebagai harinya dari Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga dan semadinya dengan tujuan untuk keselamatan dunia beserta isinya.
Setiap kepala keluarga hendaknya agar melakukan upacara Bali atau suguhan makanan kepada alam dan menghaturkan persembahan ditempat - tempat terjadinya pembunuhan seperti pada ; ulekan, sapu, kompor, asahan, pisau dan talenan. (Manava Dharma Sastra) Adapun Banten segehan panca warna dan nasi kepelan itu sebagai persembahan kepada ; Sang Bhuta Bhucari dinatar merajan atau didepan pelinggih. #Sang Kala Bhucari dinatar rumah atau pekarangan. #Sang Durga Bhucari didepan pintu pekarangan rumah atau lebuh.
Yang disuguhkan pada samping kori (lebuh) sebelah atasnya berupa ; canang wangi - wangi, burat wangi, canang yasa dan yang dipuja adalah Sang Hyang Durga Dewi. (Lontar Sundarigama) #Untuk itu setiap umat Hindu pada saat Kajeng Kliwon melakukan penyucian diri lahir bhatin dan bersikap lebih berhati - hati dalam segala hal, karena kekuatan negatif saat Kajeng Kliwon cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua dapat juga mempengaruhi dalam kehidupan manusia yang ada dimuka bumi ini.
Pada saat hari Kajeng Kliwon umat juga meyakini bahwa Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk menggoda manusia yang melanggar ataupun yang berbuat kesalahan, juga membuat mara bahaya, mengundang semua desti, teluh, terang jana guna menggoda orang yang tidak menjalankan ajaran dharma ataupun orang yang tidak berprilaku baik. #Semua persembahan itu tentunya disesuaikan juga dengan tempat, keadaan dan kemampuan dari setiap umat.
Dengan menghaturkan bakti dan persembahan itu diharapkan nantinya agar bisa untuk mewujudkan keseimbangan alam niskala dari alam Bhuta menjadi alam Dewa. #Semua jenis Banten atau upekara adalah merupakan simbul dari diri kita, lambang kemaha kuasaan dari Sang Hyang Widhi Wasa dan juga sebagai lambang dari Bhuana Agung. (Lontar Yajna Prakerti)
Dan dengan sarana segehan dan Banten itu juga diharapkan untuk bisa menetralisir dan menghilangkan segala pengaruh negatip, kekotoran atau mala dari manusia itu sendiri. #Segehan juga dapat dikatakan sebagai suatu lambang dari harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua mahluk ciptaan dari Tuhan.