Roda Kehidupan Terus Berputar, Karena Suatu Waktu Setiap Orang Akan Turun Panggung

Roda Kehidupan Terus Berputar, Karena Suatu Waktu Setiap Orang Akan Turun Panggung
Foto ilustrasi (pemanis) via Instagram dek_ulik84
Sesunggguhnya sudah begitu banyak contoh-contoh kehidupan yang dapat dijadikan pedoman hidup bahwa kesombongan hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Tapi ternyata banyak orang yang merasa bahwa posisinya sudah tidak akan tergoyahkan lagi. Sikap Topdown, merasa diri paling hebat, paling berkuasa dan merupakan satu-satunya pengambil keputusan seringkali menjerumuskan orang ke dalam keangkuhan diri.

Sikapnya berubah secara drastis. Kalau sebelum berada di posisi puncak masih sering bercanda dan minum kopi bareng, namun setelah dipromosikan menduduki posisi sebagai Decision Maker, maka sikapnya berubah total. Berbicara seakan-akan semua orang berada di bawah level dirinya. Dan hal ini berlangsung sejak zaman telepon masih pakai tali di pohon, hingga di era digital ini. Seakan-akan bersikap angkuh akan mampu mendongkrak citra diri menjadi agung.

Roda Kehidupan Terus Berputar, Karena Suatu Waktu Setiap Orang Akan Turun Panggung
Ida Ayu Kadek Asmita

Berbagi Sepotong Pengalaman Hidup

Sewaktu masih tinggal bersama orang tua saya di daerah Jembrana, Bali. Di belakang rumah orang tua saya ada beberapa keluarga yang tinggal menyewa rumah petak yang tipe 36. Kalau boleh dikatakan kami sudah masuk kategori keluarga miskin, tapi setidaknya orang tua saya masih punya rumah sendiri. Sedangkan yang tinggal di belakang rumah orang tua saya, mereka menyewa masing-masing satu petak.

Hubungan keluarga saya dan para tetangga boleh dikatakan sangat akrab, mungkin karena merasa sama-sama senasib dan sepenanggungan. Karena di halaman rumah orang tua saya ada pohon jambu, rambutan, mangga dan kuini, maka bila sedang berbuah walaupun sesungguhnya kami butuh uang, tapi untuk tetangga, tak sekali jua kami menerima uang.

Salah seorang penghuni di rumah petak di belakang rumah orang tua saya, sebut saja namanya Pak Made, yang selama bertahun-tahun kerja serabutan, entah dapat hoki dari mana, tiba-tiba saja mendapatkan pekerjaan di proyek. Dan dalam waktu tidak sampai setahun, hidup mereka berubah total. Tentu saja sebagai tetangga, kami ikut senang. Pak Made membeli tanah kosong masih di lokasi yang sama dan membangun rumah permanen.

Sikapnya Berubah Total

Sejak tinggal di rumah baru yang termasuk tergolong megah untuk ukuran di kampung kami, sikap Pak Made mulai berubah total. Kalau biasanya sangat ramah dan sering datang bertandang dan duduk bersama makan ubi rebus yang disediakan (mendiang) Nenek saya, sejak tinggal dirumah barunya, jangankan singgah, bahkan kalau bertemu muka, walaupun hanya berjarak satu meter, ia hanya mengangkat hidungnya, sebagai jawaban kalau kami menyapanya. Padahal walaupun kami miskin, tak pernah sekali juga minjam uang atau minta bantuan apapun.

Sejak saat itu, hubungan kami terputus, apalagi kemudian Pak Made pindah ke rumah yang lebih besar dan menjadi pengusaha sukses.

Belasan Tahun Berselang

Ketika saya hendak pergi ke Jakarta untuk kuliah dan tentu saja tinggal sementara disana, suatu waktu saya lagi duduk menunggu antrian kapal di Pelabuhan Gilimanuk. Tiba-tiba pandangan mata saya tertuju pada seseorang yang sedang mengumpulkan kardus bekas, hanya beberapa meter dari tempat saya duduk. Saya ingat ini adalah Pak Made yang dulu tetangga saya. Untuk memastikan, maka saya berdiri dan berteriak,

"Bli Made!" Dan dengan gerak refleks ia menoleh ke arah saya. Dan dengan jelas saya dapat melihat wajahnya memang ternyata adalah benar Pak Made. Saya bergegas mendatangi tapi Pak Made malahan mempercepat langkahnya dan menghilang di balik kerumunan mobil-mobil. Padahal maksud saya bukanlah untuk mempermalukan dirinya melainkan untuk membantu ala kadarnya. Dan sejak itu saya tidak pernah ketemu lagi.

Hal ini saya jadikan pelajaran berharga agar kalau berada dalam posisi di atas ya disyukuri, tapi jangan pernah menyebabkan kita menjadi angkuh diri karena suatu waktu semua orang akan turun panggung.

Rendah hati adalah ibarat orang berjalan di tanah datar, seandainya suatu waktu tergelincir, dengan cepat bisa berdiri kembali. Tetapi orang yang angkuh adalah ibarat orang berdiri di pinggir jurang, sekali terpeleset dan jatuh, maka tidak akan pernah ada kesempatan untuk bisa bangun lagi.

Hanya sebuah renungan kecil di hari ini.

Penulis Ida Ayu Kadek Asmita 🙏🙏🙏